Kemewahan di Balik Kebangkrutan: Skandal Sritex dan Arogansi Direksi

Kemewahan di Balik Kebangkrutan: Skandal Sritex dan Arogansi Direksi

Author: Hadi Hartono





1. Kilas Balik: Sritex, Raksasa Tekstil yang Pernah Dibanggakan

PT Sri Rejeki Isman Tbk, lebih dikenal sebagai Sritex, adalah salah satu perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara. Berkantor pusat di Sukoharjo, Jawa Tengah, Sritex berdiri sejak 1966 dan telah berkembang dari usaha rumahan menjadi korporasi global yang memasok seragam militer dan pakaian ke lebih dari 30 negara. Reputasinya kokoh selama puluhan tahun.


Tahun demi tahun, laporan keuangan Sritex menunjukkan pertumbuhan pesat, ekspansi besar-besaran, dan peningkatan kapasitas produksi. Namun, di balik kemilau itu, tersimpan retakan yang tak terlihat: masalah likuiditas, utang besar, dan tata kelola internal yang buruk. Semua mulai terbongkar sekitar tahun 2020-2021.



2. Permulaan Krisis: Ketika Angka Tak Lagi Sejalan dengan Realitas

Indikasi pertama dari masalah serius muncul saat Sritex mulai gagal membayar utang jangka pendek kepada perbankan nasional dan internasional. Beberapa surat utang (global bonds) gagal dibayar tepat waktu, dan Sritex meminta perpanjangan jatuh tempo. Padahal, sebelumnya perusahaan ini digadang-gadang sehat dan ekspansif.

Kecurigaan muncul: bagaimana mungkin perusahaan sebesar ini, yang memproduksi seragam militer dan memiliki pasar ekspor besar, bisa kesulitan likuiditas? Publikasi laporan keuangan mulai diperiksa lebih dalam oleh analis dan media. Hasilnya mencengangkan.



3. Indikasi Manipulasi Laporan Keuangan

Dari hasil audit dan investigasi yang muncul, ditemukan sejumlah manipulasi keuangan:

Penggelembungan nilai persediaan: Gudang disebut penuh, tapi tidak ada barang nyata. Nilai persediaan meningkat drastis tanpa dukungan logis dari transaksi penjualan.

Pencatatan piutang fiktif: Piutang kepada perusahaan afiliasi dicatat tinggi, padahal tidak ada arus kas masuk. Beberapa pihak menduga ini hanya transaksi “di atas kertas”.

Penggunaan perusahaan cangkang (shell companies): Ada aliran dana ke dan dari perusahaan-perusahaan yang tidak jelas operasionalnya, diduga sebagai cara untuk mengaburkan penggunaan dana.

Dengan praktik ini, kondisi keuangan Sritex tampak sehat di permukaan. Padahal, arus kas bersih terus negatif dan utang menumpuk secara tak terkendali.


4. Kreditur dan Investor Tertipu

Bank-bank besar, termasuk bank BUMN, menggelontorkan pinjaman triliunan rupiah kepada Sritex. Perusahaan ini memang dianggap aman—punya aset besar dan permintaan stabil. Namun, kepercayaan itu ternyata dimanfaatkan.

Obligasi global yang diterbitkan Sritex tak bisa dibayar. Investor internasional mulai panik. Mereka merasa tertipu oleh laporan keuangan yang ternyata tidak mencerminkan kenyataan. Akibatnya, kepercayaan investor terhadap emiten tekstil Indonesia anjlok drastis.


5. Gaya Hidup Direksi: Kemewahan di Tengah Krisis

Ketika perusahaan dalam kondisi sulit, muncul potret kehidupan para direksi Sritex yang mencolok. Berdasarkan penelusuran media sosial, laporan media, dan pengakuan mantan pegawai:

Liburan ke Eropa dan Timur Tengah dengan jet pribadi.

Koleksi mobil mewah seperti Lamborghini, Rolls-Royce, dan Bentley.

Pesta pribadi di kapal pesiar dan hotel bintang lima.

Pembelian apartemen dan rumah mewah di Jakarta, Bali, dan bahkan Singapura.

Transaksi fashion dan barang branded ratusan juta rupiah dalam satu kali belanja.

Di saat ribuan buruh Sritex menerima kabar PHK massal dan tidak digaji, para direksi justru memamerkan kemewahan tanpa rasa bersalah.


6. Arogansi dan Minimnya Transparansi

Pihak manajemen saat itu tidak menunjukkan penyesalan. Dalam rapat umum pemegang saham dan konferensi pers, pernyataan mereka cenderung menyalahkan keadaan:

 “Pandemi membuat industri tekstil terpukul. Ini adalah force majeure.”

“Pasar global memang sedang sulit.”

“Kami sedang mencari solusi terbaik untuk menyelamatkan perusahaan.”


Namun, tidak ada penjelasan transparan tentang aliran dana, strategi pelunasan utang, atau audit internal. Tak ada pengakuan kesalahan atau niat untuk bertanggung jawab.


7. Peran Auditor dan Lemahnya Pengawasan

Skandal ini juga menyoroti lemahnya peran auditor eksternal. Laporan keuangan Sritex bertahun-tahun lolos audit tanpa peringatan signifikan. Bagaimana mungkin praktik manipulatif sebesar itu tidak terdeteksi?

Kecurigaan muncul: apakah auditor terlibat? Apakah terjadi kongkalikong untuk mengamankan kepentingan internal? Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) dinilai lamban dalam bertindak.


8. Pemeriksaan Hukum: Terlambat dan Tumpul

Barulah setelah tekanan publik, lembaga penegak hukum mulai menelusuri kasus ini. KPK, Bareskrim, dan PPATK mulai melacak aliran dana direksi Sritex. Sejumlah aset dibekukan. Dugaan pencucian uang dan penggelapan mulai dibuka.

Namun, seperti banyak kasus korporasi besar di Indonesia, proses hukum ini terkesan lamban dan penuh intervensi. Tidak semua pelaku utama ditahan. Sebagian malah kabur ke luar negeri.


9. Dampak Sosial dan Ekonomi

Kebangkrutan Sritex bukan sekadar masalah korporasi. Ini menciptakan dampak luas:

Lebih dari 10.000 pekerja terkena PHK, sebagian tanpa kompensasi.

Pabrik-pabrik tutup, menyebabkan efek domino di sektor logistik, tekstil hulu, dan pemasok lokal.

Kepercayaan investor rontok, khususnya dari luar negeri.

Bank-bank rugi besar, termasuk bank yang menggunakan dana publik.

Keluarga para pekerja terdampak secara sosial dan ekonomi. Banyak yang terjerat utang karena kehilangan pekerjaan mendadak.



10. Pelajaran dari Kasus Sritex

Skandal Sritex memberikan pelajaran pahit:

Gaya hidup mewah manajemen bukan jaminan kesuksesan perusahaan.

Transparansi dan audit independen yang jujur sangat penting dalam tata kelola.

Kelemahan pengawasan dan regulasi bisa merusak kepercayaan pasar secara sistemik.

Korupsi dan etika buruk di level direksi berdampak langsung pada ribuan nyawa.


Ke depan, perlu reformasi dalam pengawasan emiten, pembenahan sistem audit, dan penguatan hukum agar tragedi Sritex tidak terulang dalam bentuk lain.



---



#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn more
Ok, Go it!