Ketua Fokusmatang, Dedi Kurniadi: Pokok-Pokok Pikiran DPRD Kabupaten Tangerang Perlu Transparansi dan Audit Publik

 




Tangerang, 13 Juni 2025 — Forum Komunikasi Masyarakat Kabupaten Tangerang (Fokusmatang) melalui ketuanya, Dedi Kurniadi, menyampaikan pernyataan resmi dan analisis kritis terkait alokasi Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Kabupaten Tangerang yang dalam APBD tahun anggaran 2024 disebut-sebut mencapai lebih dari Rp250 miliar.

“Pokir ini bukan persoalan angka semata, tapi tentang arah kebijakan dan keadilan distribusi anggaran daerah. Saat anggaran sebesar itu dialokasikan tanpa mekanisme transparansi yang memadai, maka rawan diselewengkan dari fungsi utamanya sebagai penyerapan aspirasi masyarakat,” ujar Dedi dalam keterangan tertulis.


Pokir dan Akar Masalahnya

Pokok-pokok pikiran DPRD adalah hasil penjaringan aspirasi dari konstituen yang dituangkan dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah. Berdasarkan Permendagri No. 86 Tahun 2017, pokir dapat menjadi bahan Musrenbang. Namun, Dedi menilai bahwa dalam praktiknya, pokir cenderung menjadi ruang kompromi politik dan transaksi elektoral terselubung.

“Kita tidak anti pokir. Tapi kalau lebih dari Rp250 miliar digunakan untuk proyek yang tidak melalui kajian teknokratik yang memadai, lalu siapa yang bisa menjamin proyek-proyek itu tepat sasaran? Siapa yang mengawal output dan dampaknya bagi masyarakat?” ujarnya.


Indikasi Masalah dan Minimnya Akuntabilitas

Fokusmatang menemukan adanya kecenderungan alokasi pokir yang tidak merata, tumpang tindih dengan program perangkat daerah, bahkan diarahkan ke kegiatan fisik seperti paving block, drainase, atau renovasi bangunan publik skala kecil tanpa dasar kebutuhan berbasis data.

“Banyak program pokir justru menggandakan program OPD yang sudah ada. Ini inefisien. Kita mendesak adanya audit menyeluruh oleh BPK dan KPK, bukan hanya dari sisi administrasi, tetapi pada relevansi dan keefektifan output-nya,” tegas Dedi.


Dampak Sosial dan Ekonomi

Menurut Dedi, pengalokasian dana pokir yang sedemikian besar tanpa proses partisipatif yang inklusif berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif.

“Bayangkan jika Rp250 miliar dialihkan untuk penguatan UMKM, beasiswa pendidikan, atau infrastruktur pelayanan dasar yang benar-benar menyentuh masyarakat kecil. Ini soal keadilan anggaran,” tambahnya.


Tuntutan Fokusmatang

Fokusmatang menyampaikan lima poin tuntutan:

1. Audit menyeluruh terhadap pelaksanaan pokir oleh lembaga independen.

2. Keterbukaan data pokir secara rinci kepada publik.

3. Penghentian praktik penggiringan proyek oleh oknum anggota dewan.

4. Peninjauan ulang pola relasi eksekutif-legislatif dalam penentuan pokir.

5. Partisipasi masyarakat sipil dalam forum evaluasi dan pengawasan anggaran.


Fokusmatang menegaskan bahwa kontrol publik terhadap pokir bukanlah bentuk permusuhan terhadap lembaga DPRD, melainkan bagian dari kewajiban warga negara dalam menjaga akuntabilitas dan integritas keuangan daerah.

“Kami ingin DPRD menjadi lembaga yang benar-benar menyuarakan dan memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan hanya menjadikan anggaran sebagai alat tawar-menawar kekuasaan,” tutup Dedi.


#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn more
Ok, Go it!